Saya pernah menjadi pekerja yang mendapatkan gaji tiap bulannya. Sejak tidak lagi mengajukan anggaran ke orang tua, saya berusaha untuk menyiasati pengeluaran setiap bulan agar tidak defisit. Tidak sampai utang ke orang lain. Meski sering di akhir bulan itu pas-pasan, artinya tidak ada sisa alias saldo minimal di rekening. Hikss syediiih.
Ketika bekerja di Jakarta, saya lebih banyak hidup di jalan, ketimbang merasakan kursi dan dinginnya AC kantor. Bahkan saking jarangnya ngantor saya sampai nggak tahu teman kantor selain satu desk atau bagian dengan saya. Pernah suatu ketika duduk sebelahan dengan mbak-mbak yang ternyata dia sudah bekerja lama di kantor saya. Sedangkan saya enggak kenal blas. Hahahaha.
Nah, soal gaji nih seringkali pekerja milenial sekarang ini merasa kurang meskipun gaji lebih dari cukup. Saya bukan orang yang pinter-pinter amat menyisihkan uang, mencoba beberapa kali mengatur keuangan ala financial planner. Hasilnya? Berhasil sih, tapi beberapa bulan saja. Hahahaha. Eitss nggak masalah, saya akan berusaha terus untuk mengatur keuangan. Apalagi sekarang ini kebutuhan hidup dan harga makin mahal.
Nah, berikut ini cara yang pernah saya lakukan untuk menyiasati gaji biar cukup dan nggak utang
1. Bayarkan dulu yang jadi kewajiban
Jika kamu anak kos atau kontrak rumah, tentu hal pertama yang harus dipenuhi adalah biaya sewa tempat tinggal. Atau jika kamu sudah mengajukan kredit rumah pastikanperioritaskan utang dulu. Kalau bayar kosnya tahunan bagaimana? Bayar kos tahunan atau pertiga bulan,bukan berarti kamu tidak menyisihkan biaya setiap gajiankan? Kendati hitungannya lebih murah, kamu tetap harus menyisihkan uang untuk kos atau sewa rumah. Nggak perlu full, bisa separuh atau sepertiganya sehingga tidak berat ketika harus mengeluarkan biaya tahunan dalam jumlah besar.
2. Jauhi kartu kredit
Bukan cuma kredit KPR yang mencekik. Kartu kredit yang dibilang untuk memudahkan justru bisa mempersulit kamu. Apalagi sekarang banyak tawaran kartu kredit dengan berbagai iming-iming. Saran saya abaikan saja kalau memang belum mampu berutang.
3. Tabungan atau investasi?
Nah, ini yang seringkali bingung. Dulu waktu kecil kita didoktrin menabung untuk masa depan. Ya kali, waktu itu belum ada mbanking, marketplace, dan segala macam surga belanja online. Prinsipnya mungkin diubah, menabung untuk belanja dan piknik, investasi untuk masa depan. Jadi menabung itu untuk keperluan jangka pendek dan investasi untuk jangka panjang. Hahaha. Saya sih berprinsip seperti itu. Oh iya, menyishkan uang untuk tabungan atau investasi sebisa mungkin jangan uang sisa di bulan ini akan tetapi targetlah berapa persen dari total pendapatan itu untuk tabungan.
4. Jangan banyak gaya naik taksi atau ojek
Ketika saya masih bekerja di Jakarta, seringkali merasa malas naikangkutan umum. Alasannya capek. Hahaha. Suatu ketika saya mencoba untuk tidak naik ojek ataupun taksi ketika berangkat dan pulang kerja. Ohiya waktu itu belum ada ojek online ya. Nah, sebisa mungkin kurang-kurangi deh itu pengeluaran untuk transportasi seperti ojek dan taksi. Itung-itung mengurangi kemacetan. Yekaaan? Insya Allah nanti ada rejeki untuk sopir taksi dan sopir ojek yang budiman.
Hasilnya? saya bisa menyisakan uang seperempat gaji dalam sebulan, di luar tabungan, dan aneka tagihan. Itu sudah termasuk biaya hedon (alias makan enak).
5. Uninstall marketplace
Memang bukan salah marketplace, tapi salah jari yang mencet logo marketplace #eh. Salah satu cara agar kita tidak boros adalah tidak membuka marketplace.(Kitaaa? Lo aja kali Diiitt ngak usah ajak2) kwkwkwkwk. Apalagi sekarang banyak godaan diskon barang yang harganya terjun bebas, free ongkos kirim, dan lain-lain. Nah, biar jari nggak khilaf uninstall deh itu marketplace.Intinya sih, mau ada atau tidak marketplace sebisa mungkin belajar menahan diri dari godaan belanja implusif.